Jumat, 26 Oktober 2012

E-Government


E-Government
Ministry of health Republic of Indonesia
Pengertian e-Government
Pengertian E-Government atau definisi E-Government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis. Model penyampaian yang utama adalah Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C), Government-to-Business (G2B) serta Government-to-Government (G2G). Keuntungan yang paling diharapkan dari e-government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik.
Jika e-government seringkali dianggap sebagai pemerintahan online ("online government") atau pemerintahan berbasis internet ("Internet-based government"), banyak teknologi pemerintahan elektronik non-internet yang dapat digunakan dalam konteks ini. Beberapa bentuk non-internet termasuk telepon, faksimil, PDA, SMS, MMS, jaringan dan layanan nirkabel (wireless networks and services), Bluetooth, CCTV, sistem penjejak (tracking systems), RFID, indentifikasi biometrik, manajemen dan penegakan peraturan lalu lintas jalan, kartu identitas (KTP), kartu pintar (smart card) serta aplikasi NFC lainnya; ; teknologi polling station (dimana e-voting non-online kini dipertimbangkan), penyampaian penyampaian layanan pemerintahan berbasis TV dan radio, surat-e, fasilitas komunitas online, newsgroup dan electronic mailing list, chat online, serta teknologi pesan instan (instant messenger). Ada pula sejumlah sub-kategori dari e-government spesifik seperti m-government (mobile government), u-government (ubiquitous government), dan g-government (aplikasi GIS/GPS untuk e-government).
Ada banyak pertimbangan dan dampak potensial penerapan dan perancangan e-government, termasuk disintermediasi pemerintah dengan warganya, dampak pada faktor sosial, ekonomi, dan politik, serta halangan oleh status quo pada ranah ini.
Pada sejumlah negara seperti Britania Raya, e-government digunakan untuk mengajak kembali ketertarikan warganya pada proses politik. Dalam hal tertentu bahkan dilakukan eksperiman dengan pemilu elektronik, dimana meningkatkan partisipasi pemilu dengan membuat pemilu menjadi mudah. Komisi Pemilihan Umum Britania Raya telah melakukan sejumlah proyek percontohan, meski dibayang-bayangi kekhawatiran akan kecurangan alat ini.
Definisi E-Government
Berbeda dengan definisi e-Commerce maupun e-Business yang cenderung universal, e-Government sering digambarkan atau dideskripsikan secara cukup beragam oleh masing-masing individu atau komunitas. Hal ini disebabkan karena berbagai hal:
  • Walaupun sebagai sebuah konsep e-Government memiliki prinsip-prinsip dasar yang universal, namun karena setiap negara memiliki skenario implementasi atau penerapannya yang berbeda, maka definisi dari ruang lingkup e-Government-pun menjadi beraneka ragam.
  • Spektrum implementasi aplikasi e-Government sangatlah lebar mengingat sedemikian banyaknya tugas dan tanggung jawab pemerintah sebuah negara yang berfungsi untuk mengatur masyarakatnya melalui berbagai jenis interaksi dan transaksi.
  • Pengertian dan penerapan e-Government di sebuah negara tidak dapat dipisahkan dengan kondisi internal baik secara makro maupun mikro dari negara yang bersangkutan, sehingga pemahamannya teramat sangat ditentukan oleh sejarah, budaya, pendidikan, pandangan politik, kondisi ekonomi, dari negara yang bersangkutan; dan
  • Visi, misi, dan strategi pembangunan sebuah negara yang sangat unik mengakibatkan terjadinya beragam pendekatan dan skenario dalam proses pengembangan bangsa sehingga berpengaruh terhadap penyusunan prioritas pengembangan bangsa.
Masalah definisi ini merupakan hal yang penting, karena akan menjadi bahasa seragam bagi para konseptor maupun praktisi yang berkepentingan dalam menyusun dan mengimplementasikan e-Government di suatu negara. Terkadang definisi yang terlampau sempit akan mengurangi atau bahkan meniadakan berbagai peluang yang ditawarkan oleh e-Government, sementara definisi yang terlampau luas dan mengambang akan menghilangkan nilai (value) manfaat yang ditawarkan oleh e-Government.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia
depkes.go.id/
depkes.go.id/ adalah situs resmi dari departemen Kesehatan Indonesia untuk memberikan pelayanan dan informasi seputar kesehatan, rumah sakit, puskesmas, obat, dan penyakit.
Beberapa pelayanan yang di lakukan oleh departemen kesehatan online ini adalah:
1.      Perijinan Sarana Sediaan Farmasi, PBF,Bahan Baku Obat, Ekspor-impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor.
2.      Perijinan Sertifikasi Sarana Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan PKRT (Perbekalan kesehatan rumah tangga) 
3.      Registrasi Alat Kesehatan dan PKRT
4.      Rekomendasi Sekolah Kesehatan
5.      Ethical Clearance Peneliti Kesehatan
Dalam melaksanakan tugas, Departemen Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1.      perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidang kesehatan;
2.      pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya;
3.      pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;
4.      pengawasan atas pelaksanaan tugasnya.
penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden
Dalam menyelenggarakan fungsi, Departemen Kesehatan mempunyai kewenangan :
1.      penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro;
2.      penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/Kota di bidang Kesehatan;
3.      penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan;
4.      penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga professional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan;
5.      pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan;
6.      pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan;
7.      penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan;
8.      penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan;
9.      penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan;
10.  penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan;
11.  penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan;
12.  penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak;
13.  penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat;
14.  penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan;
15.  penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan;
16.  penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan;
17.  penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi;
18.  penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan;
19.  surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penenggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa;
20.  penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat essential (buffer stock nasional);
21.  kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu :
1) penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu;
2)  pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.


Departemen Kesehatan Indonesia juga memberikan informasi atau berita seputar kesehatan Indonesia. Seperti yang di lansir pada tanggal 9 dan 11 Oktober tahun 2012 berikut ini:
Jakarta, 11 Oktober 2012
Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat Indonesia adalah gangguan penglihatan dan kebutaan. Katarak merupakan penyebab utama (50%) kebutaan di Indonesia. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan juga akan cenderung semakin meningkat karena katarak merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada usia lanjut.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK), dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS,  yang dibacakan oleh Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar, dr. HR. Dedi Kuswenda, M.Kes, pada pembukaan kegiatan Workshop Kesehatan Indera Penglihatan mengenai “Mata Sehat di Segala Usia untuk Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Indonesia”, di Jakarta (11/10).

“Kebutaan karena katarak sebenarnya dapat diatasi dengan melakukan operasi katarak. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia yang mengalami kebutaan sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan”, ujar Dirjen BUK.

Menurut Dirjen BUK, penyebab lain kebutaan dan gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi dengan prevalensi 22,1% dari total populasi, dan sebanyak 15% diantaranya diderita oleh anak usia sekolah. Kelainan refraksi dapat ditemukan pada semua kelompok umur, tapi kondisi ini sangat bermasalah dan perlu diperhatikan pada anak-anak usia sekolah.

“Di samping katarak dan kelainan refraksi, masalah gangguan penglihatan lain yang dapat menyebabkan kebutaan adalah glaucoma atau peningkatan tekanan dalam bola mata,  serta xeroftalmia yaitu penyakit akibat kekurangan vitamin A”, tambah Dirjen BUK.

Jakarta, 9 Oktober 2012
Hasil sidang WHO SEARO pada November 2008 di Jakarta, menetapkan Rabies sebagai prioritas setelah Flu Burung (FB).
Demikian pernyataan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama pada peringatan Hari Rabies Sedunia (HRS), di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (9/10). Hadiri pada acara ini Gubernur NTT beserta jajaran pemerintah daerah provinsi, Bupati Floresta beserta jajaran pemerintah daerah kabupaten, Jajaran Kementerian Kesehatan yang terkait, Dirjen Peternakan beserta Jajaran Kementerian Pertanian yang terkait serta Komnas Pengendalian Zoonosis.

Hari Rabies Sedunia (HRS) jatuh pada tanggal 28 September. Sebelumnya, Indonesia telah 3 kali memperingati HRS, yakni pada tahun 2009 yang dilaksanakan di kabupaten Tabanan Bali; tahun 2010 di kabupaten Badung Bali dan tahun 2011 di Kota Denpasar Bali. Peringatan HRS kali ini d NTT mengambil tema "Tokoh Agama Peduli Rabies”.tema ini bertujuan meningkatkan komitmen Pemerintah Daerah dan peran serta masyarakat pada umumnya serta peran aktif tokoh agama pada khususnya dalam dalam program pengendalian Rabies menuju Indonesia Bebas Rabies 2020”.

Rabies  adalah penyakit menular akut yang menyerang susunan saraf pusat disebabkan oleh Virus (Lyssa virus), menyerang manusia dan hewan. Rabies ditularkan kepada manusia melalui gigitan atau jilatan pada luka terbuka oleh hewan yang menderita rabies. Penyakit ini bersifat fatal atau selalu diakhiri dengan kematian namun dapat di cegah.

Hewan yang dapat menularkan rabies adalah hewan berdarah panas terutama anjing, kucing, kera, dan kelelawar. Sapi, kambing dan domba dapat menderita apabila digigit oleh hewan penular rabies. Di Indonesia 98 % kasus rabies   ditularkan akibat gigitan anjing dan 2 % adalah akibat gigitan kucing dan kera.

Gejala rabies pada manusia biasanya diawali dengan demam, nyeri kepala, sulit menelan, hipersalivasi, takut air, peka terhadap rangsang angin dan suara, kemudian diakhiri dengan kematian.
Keuntungan dari e-Government
E-Government ini membawa banyak manfaat, antara lain:
·         Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan.
·         Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari kesemua pihak.
·         Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya. Sebagai contoh, data-data tentang sekolahan (jumlah kelas, daya tampung murid, passing grade, dan sebagainya) dapat ditampilkan secara online dan digunakan oleh orang tua untuk memilihkan sekolah yang pas untuk anaknya.
Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien. Sebagai contoh, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui email atau bahkan video conferencing. Bagi Indonesia yang luas areanya sangat besar, hal ini sangat membantu. Tanya jawab, koordinasi, diskusi antara pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada pada lokasi fisik yang sama. Tidak lagi semua harus terbang ke Jakarta untuk pertemuan yang hanya berlangsung satu atau dua jam, contoh nya pada departemen kesehatan ini adalah ketika sebuah komunitas ingin mendirikan sekolah kesehatan mereka bias melihat procedure pada website ini dengan aturan yang sudah di tuliskan pada website.

 

Kelemahan E-Government

Ada beberapa hal yang menjadi hambatan atau tantangan dalam mengimplementasikan E-Government di Indonesia.
1.      Kurangnya interaksi atau komunikasi antara admin (pemerintah) dengan masyarakat. Karena e-government dibuat untuk saling berinteraksi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan
2.      Langkanya SDM yang handal. Teknologi informasi merupakan sebuah bidang yang baru. Pemerintah umumnya jarang yang memiliki SDM yang handal di bidang teknologi informasi. SDM yang handal ini biasanya ada di lingkungan bisnis / industri. Kekurangan SDM ini menjadi salah satu penghambat implementasi dari e-government. Sayang sekali kekurangan kemampuan pemerintah ini sering dimanfaatkan oleh oknum bisnis dengan menjual solusi yang salah dan mahal.
3.      Infrastruktur yang belum memadai dan mahal. Infrastruktur telekomunikasi Indonesia memang masih belum tersebar secara merata. Di berbagai daerah di Indonesia masih belum tersedia saluran telepon, atau bahkan aliran listrik. Kalaupun semua fasilitas ada, harganya masih relatif mahal. Pemerintah juga belum menyiapkan pendanaan (budget) untuk keperluan ini.

Secara umum, penentuan Kebijakan Pembangunan e-Government akan dipengaruhi oleh 3 hal seperti digambarkan sebagai berikut:
1.  Langkah awal yang perlu dilakukan Pemerintah Daerah dalam menyusun kebijakan pembangunan e-Government adalah dengan melaksanakan survey sistem yang ada (infrastruktur komunikasi data, komputer, jaringan komputer dan sistem apliksi) di daerahnya masing-masing untuk mengetahui apa saja yang sudah dimiliki saat ini. Hasil survey tersebut merupakan bekal yang sangat penting untuk mengidentifikasi masalah dan kendala yang dapat mempengaruhi kebijakan yang akan diambil.
2. Pengaruh kedua datang dari perencanaan pembangunan daerah, renstrada, kebijakan politik, kebutuhan pengguna dan ketersediaan anggaran. Kelima faktor tersebut akan sangat menentukan prioritas kebutuhan spesifik masing-masing Pemerintah Daerah sesuai dengan Visi dan Misi pemerintahannya.

3.  Pengaruh ketiga datang dari pengalaman-pengalaman yang sudah dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam mengimplementasikan e-Government selama ini. Termasuk didalamnya adalah pengetahuan yang sudah didapatkan oleh Pemerintah Daerah dari pelaksanaan studi banding ke daerah / negara lain yang sudah lebih dulu melaksanakan e-Government.

Tiga aspek besar permasalahan dalam penerapan e-government system, yaitu :
1. Aspek Budaya
· Resistensi dan penolakan dari masyarakat dan jajaran aparat pemerintah terhadap e-government system.
· Kurangnya kesadaran pada manfaat dan penghargaan terhadap teknologi yang dipergunakan dalam e-government system.
· Keengganan berbagi data dan informasi, agar terintegrasi secara nasional di seluruh lembaga penyedia layanan publik.
2. Aspek Kepemimpinan
· Terjadi konflik kepentingan di tingkat pemerintah pusat dan daerah.
· Peraturan yang belum tersosialisasikan dan penerapannya belum merata.
· Pengalokasian anggaran untuk pembangunan infrastruktur pelayanan publik yang memanfaatkan e-government system dalam APBN / APBD belum menjadi prioritas.
3. Aspek Infrastruktur
· Adanya ketimpangan digital yang mengakibatkan belum meratanya ketersediaan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, mengingat secara geografis wilayah Indonesia tersebar di berbagai kepulauan.
· Ketersediaan infrastruktur untuk pengadaan teknologi informasi dan komunikasi masih terpusat di kota-kota besar. Tenaga ahli di daerah terpencil pun masih sangat jarang, jika tidak mau dikatakan tidak ada.
· Sistem layanan publik di Indonesia tidak memiliki standar yang baku. Hal ini menghambat pengintegrasian data kependudukan dan dokumen warga negara lainnya secara nasional.